Perjalanan
hidup manusia sejak dimulai dari Alam Ruh – Alam Rahim – Alam Dunia – Alam
Barzah – Alam Kebangkitan (Qiyamat), hingga sampai di Alam Akhirat tidak
terlepas dari ujian atau mengemban amanah yang telah ditetapkan Allah SWT. Alam
Akhirat sebagai terminal akhir kehidupan bagi manusia, memiliki dua tempat saja
yaitu Surga dan Neraka yang keduanya masing-masing telah disediakan Allah SWT
untuk masing-masing manusia yang berbeda hasil ujian semasa hidup di dunia.
Kehidupan
manusia yang sebenarnya adalah Hidup ketika berada atau tinggal di Surga.
Itulah kehidupan yang menjadi tujuan manusia beriman, yaitu manusia yang
menjalani kehidupan dunia mengikuti seruan Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan di
Neraka adalah tempat tinggal bagi manusia pembangkang semasa hidup di dunia dan
kondisi manusia yang tinggal didalamnya tidak hidup dan tidak pula mati.
Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. (Al ’Ala S.
87:13)
Salah satu kunci agar sukses menggapai kehidupan akhirat adalah rela dan ikhlas menerima segala apa yang diperoleh. Karena sesungguhnya segala apa yang kita peroleh adalah semata pemberian terbaik dari Allah SWT. Rela melepaskan atau kehilangan segala apa yang dicintai di dunia dan ikhlas menerima segala ketentuan karena semata-mata hanya mengharap ganjaran dari Allah SWT. Sikap rela yang tidak diringi dengan ikhlas hanya berharap sanjungan dan pujian dari manusia, sedangkan sikap ikhlas tidak membutuhkan manusia karena yang dilakukan hanya pamrih kepada Allah SWT saja. Contohnya, orang tua yang ikhlas telah membesarkan dan mendidik anak-anaknya hingga kemudian hari menjadi anak yang sukses, sholih lagi terpandang. Sedangkan anak sebaliknya ikhlas berbuat baik terhadap orang sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam Alquran. Seorang Ustadz atau ulama ikhlas menyampaikan pengajaran kepada para muridnya tanpa mengaharapkan sanjungan sebagai orang terkenal namun hanya mengaharap ridho Allah SWT agar pekerjaannya dicatat sebagai amalan sholih yang mengantarkannya ke Surga kelak.
Salah satu kunci agar sukses menggapai kehidupan akhirat adalah rela dan ikhlas menerima segala apa yang diperoleh. Karena sesungguhnya segala apa yang kita peroleh adalah semata pemberian terbaik dari Allah SWT. Rela melepaskan atau kehilangan segala apa yang dicintai di dunia dan ikhlas menerima segala ketentuan karena semata-mata hanya mengharap ganjaran dari Allah SWT. Sikap rela yang tidak diringi dengan ikhlas hanya berharap sanjungan dan pujian dari manusia, sedangkan sikap ikhlas tidak membutuhkan manusia karena yang dilakukan hanya pamrih kepada Allah SWT saja. Contohnya, orang tua yang ikhlas telah membesarkan dan mendidik anak-anaknya hingga kemudian hari menjadi anak yang sukses, sholih lagi terpandang. Sedangkan anak sebaliknya ikhlas berbuat baik terhadap orang sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam Alquran. Seorang Ustadz atau ulama ikhlas menyampaikan pengajaran kepada para muridnya tanpa mengaharapkan sanjungan sebagai orang terkenal namun hanya mengaharap ridho Allah SWT agar pekerjaannya dicatat sebagai amalan sholih yang mengantarkannya ke Surga kelak.
Allah dan
Rasul-Nya menyeru manusia untuki hidup (Al Anfal S.8:24). Sehingga apabila
manusia tidak mau mendengar dan tidak memperhatikan seruan (Alquran dan Sunnah)
tersebut, maka manusia tersebut sesungguhnya tidak menghendaki hidup. Sedangkan
kehidupan akhirat itu tidak dapat dibeli (Al Anfal S.8:36).
Sikap rela
saja pada diri manusia bisa menjadi dosa, karena rela tanpa ikhlas yang
bersangkutan masih akan menyebut pemberian yang dilakukan. Memberikan sesuatu
dengan harapan balasan dari si penerima
pemberian, sehingga kemudian hari akan mendapati kekecewaan karena si penerima
tidak pernah membalas sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan sikap ikhlas
adalah hanya mengharap balasan dari Allah SWT. Dan Allah menepati janjinya
membalas setimpal setiap perbuatan hamba-Nya. Orang tua memberi anak alasannya
adalah karena anak adalah milik Allah dan milik Allah wajib dipelihara.
Sementara anak wajib berbuat baik kepada orang tua, yaitu membuatnya senang dan
bahagia, atau paling tidak tidak membuat orang tua menjadi susah, sedih,
kecewa, dls. Allah SWT tidak memerintahkan anak wajib membalas budi baik orang
tua, namun berbuat baik kepadanya (S. 98:5).
No comments:
Post a Comment